Kelas Inspirasi dari Balik Kamera: Banda Aceh sampai Merauke

Judul ini mungkin kedengaranya tanggung. Bukan "dari Sabang sampai Merauke--berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia", tapi "dari Banda Aceh sampai Merauke, itulah Kelas Inspirasi".
Kelas Inspirasi adalah kegiatan yang mewadahi profesional dari berbagai sektor untuk berkontribusi pada misi perbaikan pendidikan di Indonesia. Program satu hari ini memungkinkan profesional yang menjadi relawan inspirator berinteraksi dengan murid sekolah dasar untuk mengenalkan profesi mereka. Ini terutama untuk memberi motivasi agar mereka memiliki cita-cita yang diinginkan dan terus semangat belajar.
Baik Banda Aceh yang ada di ujung barat Indonesia, sampai ujung timur Indonesia di Merauke sudah berhasil menyelenggarakan program perdananya, yaitu November 2015 dan Februari 2016. Keberuntungan bagi saya karena terpilih menjadi salah satu bagian dari KI di lokasi tersebut.  



Awal cerita ikut KI
Saya bukan penggila kegiatan sukarela atau remaja penggerak sosial. Saya hanya seorang remaja (tua) yang lagi "getol-getolnya" jalan-jalan, mengenal alam dan budaya *asik. Sampai suatu hari, saya ingin melakukan sesuatu yang lebih bermakna dari sekedar menjadi gembel di daerah orang. 

Saya pun tertarik mencoba mendaftar sebagai sukarelawan karena dorongan seorang kawan. Saat itu, bulan Oktober 2015 saya mendaftar KI Banda Aceh dan alhamdulillah diterima. Awal tahun pun saya kembali "iseng" mendaftar KI Merauke dan lagi-lagi saya diterima, sebagai relawan dokumentator.

Kenapa relawan dokumentator?
Semua relawan yang terlibat dalam Kelas Inspirasi (dari fasilitator, inspirator, dan dokumentator) sama pentingnya. Tapi relawan inspirator kunci penting dari kegiatan ini. Antara merasa belum pantas menginspirasi dan belum siap bicara di depan anak-anak, membuat saya minder jadi inspirator.

Alternatif lainnya, relawan dokumentator. Entah kenapa ini saya rasa cocok, berhubung saya senang bekerja di balik layar dan suka foto-foto. Waktu tahu relawan dokumentator harus bawa kamera sendiri, saya pun mengeluarkan kamera hadiah yang belum pernah saya pakai, Canon SX400IS.

Saya pun juga sempat minder jadi dokumentator karena hanya membawa kamera mini. Tidak seperti partner dokumentator lainnya atau para panitia yang punya kamera 'segede-gede gaban'. "Udah amatiran, bawa kemera ecek-ecek. Pulang ke rumah aja loe!" wkwkw... 

Setan di kepala saya pun bersuara demikian. Tapi, malaikat di hati saya mengatakan sesuatu yang menyejukkan, bahwa di balik niat baik pasti akan ada balasan dan hasil yang indah, uwuw.. *maaf tiba-tiba alay. 

Usaha dan antusiasme positif
Bisakah kalian bayangkan bagaimana sulitnya meyakinkan banyak sekolah di Banda Aceh yang takut kegiatan KI akan mengajarkan ajaran sesat? Atau bagaimana lelahnya mendatangi sekolah-sekolah di pelosok Merauke yang bisa ditempuh berjam-jam lamanya dengan cuaca tak menentu?

Saya benar-benar merasakan perjuangan para relawan fasilitator atau panitia di daerah penyeleggara masing-masing. Saya pun pernah terjun ke dalam kegiatan serupa, tapi yang mereka hadapi jelas lebih luas lagi. Bukan hanya melibatkan banyak sekolah tapi juga profesional dari berbagai daerah.

Baik KI Banda Aceh maupun KI Merauke memang sama-sama pertama kali menyelenggarakan program ini. Tapi, siapa sangka banyak profesional dari luar kota bahkan pulau mau ikut serta di sana! Saya yang dari Jakarta pun tidak sendirian ketika ada di dua daerah di ujung Indonesia sana.

Yang menyenangkannya lagi, baik ketika di Aceh maupun di Merauke, relawan lokal yang saya temui begitu hospitable dan sangat berteman. Seperti yang selalu saya harapkan, mengenal budaya, sosial, dan daerah dari penduduk aslinya selalu menyenangkan *salam anak Budaya! :D

Hari Inspirasi
Ketika datang hari H, semangat dan rasa deg-degan seperti mau ujian saya rasakan. Apalagi ketika saya tiba-tiba diminta jadi videografer di SD 36 Gampong Laksana. Walaupun belum pernah "merekam momen" secara formal, tapi entah kenapa saat itu rasanya mudah merekam semuanya. 

Di Banda Aceh, saya merekam bagaimana islaminya kehidupan masyarakat, termasuk di sekolah dasar. Alunan pembacaan ayat suci Al-Quran dan maknanya sudah diperdengarkan sebelum kegiatan dimulai. Sebelum upacara sekolah sholawat bahkan dilantunkan oleh semua warga sekolah.

Setelah upacara, tujuh inspirator secara bergantian mengisi enam kelas. Ada bapak mayor TNI Pandji dan Mayor Ricky. Ada insiyur geoteknik asal Takengon, Aceh, Bang Mustaqim. Ada Bang Norman, CEO dan konsultan TI, dari Jakarta. Ada putri Sabang, Kak Gita yang mengajarkan profesi notaris. Lalu staf DPR Aceh yang digandrungi anak-anak, Bang Fauzan. 

Terakhir Bang Zairal "Gegem" pengusaha "One 4 Chocolate" yang terkenal di Aceh. Sementara yang bertugas keliling kelas ada saya dan Bang Didi Mugitriman, yang juga dari Jakarta. Tak lupa fasilitator setempat, para angels yang terdiri dari Dian Islami, Linda, Syafura Ramadhan.

Hari Inspirasi kami berlangsung lancar sampai waktu Zhuhur. Walaupun cukup kelelahan mengajar enam kelas dan menghadapi kelas empat yang jadi sarang anak-anak nakal, kegiatan kami cukup sukses. Guru-guru yang sesekali mendampingi kelas pun sangat senang dengan kehadiran kita.
Tradisi Kelas Inspirasi adalah mengakhiri Hari Inspirasi dengan memberi kesempatan murid-murid menuliskan cita-cita mereka dan membungkusnya menjadi momen yang tak terlupakan. 
Seperti telah disepakati, para inspirator meminta murid-murid menuliskan nama mereka dan cita-cita di selembar kertas, kemudian menempelkannya di poster cita-cita di depan kelas masing-masing, sebelum semuanya berkumpul di tengah lapangan dan meneriakkan semangat Kelas Inspirasi.


Di Merauke, saya begitu semangat karena dipilih untuk bertugas di SD YPPK St Don Bosco Salor, sebuah sekolah yang diisi putra-putri daerah. Selain itu, saya dan tim pun harus menginap terlebih dulu setelah beberapa jam berkendara dari pusat kota Merauke.

Atmosfir yang diciptakan anak-anak SD Salor, mulai saat menyambut kami pagi itu, benar-benar mengharukan dan menyenangkan. Mereka seolah-olah telah mengenal kami dan menantikan kami yang lama tidak mereka jumpai. Kreativitas para inspirator pun membayar rasa penasaran mereka.

Ada Kak Dita, seorang finance officer, yang semangat mengajarkan nilai-nilai dasar kesuksesan pada anak-anak. Kemudian Kak Hary, insinyur sipil, yang berhasil menarik hati anak-anak dengan poster lansekap Sindey, seragam proyeknya, dan beberapa simulasi seru. Juga ada Kak Septina, dosen musik dan seniman Merauke yang memandu beberapa lagu syahdu dan memotivasi dengan membara-bara.
Jumlah murid yang tidak seberapa, tidak menyurutkan semangat para relawan. Koordinasi yang luar biasa pun membuat Hari Inspirasi di SD Salor menjadi sangat berkesan. Bernyanyi dan berdoa di dalam lingkaran, memasang cita-cita di pohon impian, menempelkan cap tangan sebagai lambang partisipasi anak-anak menjadi momen yang tak terlupakan.



Inspirasi yang didapat

Semangat berpendidikan yang menjadi nilai Islam sesungguhnya sudah tertanam dalam jiwa masyarakat di "Tanah Rencong"tersebut. Tinggal bagaimana mereka membangkitkan kepercayaan diri dan kemandirian setelah bencana tsunami Aceh dan perdamaian RI dan GAM satu dekade lalu.


"Jak ta peujaya pendidikan Aceh!"



Lihat juga: http://acehlaksana36.tumblr.com 

Tidak berseragam rapi, absennya alas kaki, kurangnya disiplin, fasilitas belajar, dan sanitasi bukan salah para Misionaris yang mendoakan "surga kecil jatuh ke bumi" tersebut. Masalah tersebut adalah pe-er anak-anak ini, selain pe-er pemerintah dan orangtua. Tapi tidak ada ruginya kalau kita turut membantu mereka menjadi kebanggaan Papua dan Indonesia.     




Bagi saya mengikuti kelas inspirasi adalah cara lain yang bisa saya dapatkan untuk melihat sekilas kondisi sosial, khususnya pendidikan, di Indonesia. Kegiatan ini juga banyak menginspirasi saya tentang pentingnya membangun motivasi dan menciptakan lingkungan positif yang baik untuk belajar dan bersosial.

Setiap hari dunia kita berubah dan kini dunia menuntuk kita untuk berkompetensi satu sama lain. Anak-anak, termasuk kita, adalah produk pendidikan keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial. Kegiatan ini hanya sebagian kecil dari tiga hal tersebut.

Namun, kita yakin apa yang kita lakukan pasti akan teringat oleh satu atau dua dari mereka yang juga ingin membuat perubahan. Bukankah demikian slogan yang diciptakan untuk Kelas Inspirasi? Sehari mengajar, selamanya menginspirasi! :D

Komentar

Posting Komentar